Kesatuan Masyarakat Hukum Adat (KMHA) Dayak Kalteng Audiensi dengan Kajati Kalteng

PATROLISERGAPNEWS.ID – Kalteng – Kesatuan Masyarakat Hukum Adat (KMHA) Dayak Kalimantan Tengah pada hari Kamis, 6 November 2025 sekitar pukul 11.00 WIB telah melakukan Audiensi dengan Kajati Kalteng, yang dalam hal ini diwakili oleh Hendri Hanafi, S.H., M.H., selaku Asintel Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah dan Dwinanto Agung Wibowo selaku Kepala Seksi (Kasi) Tindak Pidana terhadap Orang dan Harta Benda (Oharda), kata Sapriyadi, S.H. selaku koordinator.

Dalam audiensi dimaksud, perwakilan dari puluhan orang dari KMHA Dayak Kalteng yang hadir telah menyerahkan permohonan yang pada pokoknya sebagai berikut :

Pertama, Kejaksaan Republik Indonesia dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah dan seluruh Kepala Kejaksaan Negeri (khususnya Kepala Kejaksaan Negeri Sampit) diharapkan agar konsisten, ketika menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Penyidik baik dari Polda Kalteng maupun Polres/ Polresta (khususnya Polres Kotawaringin Timur) berkaitan dengan tindak pidana memanen dan/atau memungut hasil perkebunan kelapa sawit agar mengarahkan Jaksa Penelitinya (P-16) untuk mengikuti perkembangan penyidikan.
menerima, mempelajari, dan meneliti berkas perkara, serta memberikan petunjuk kepada penyidik untuk melengkapi berkas perkara dengan tidak memasukkan/ menerapkan ketentuan umum dalam Pasal 362 KUHPidana dan/ atau Pasal 363 KUHPidana yang ancaman hukumannya 7 tahun (5 tahun atau lebih), melainkan secara konsisten menerapkan Pasal 107 huruf d Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan sehingga tidak terjadi lagi penangkapan dan penahanan terhadap masyarakat/ anggota Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kalimantan Provinsi Kalimantan Tengah selama proses hukum belum mendapatkan Putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Bahwa dalam penerapan Pasal 107 huruf d Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan tersebut diatas, Kejaksaan Republik Indonesia dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah dan seluruh Kejaksaan Negeri (khususnya Kejaksaan Negeri Sampit) ketika menyusun Dakwaan dan Tuntutan wajib berpedoman pada Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 138/PUU-XIII/2015 jo. Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi pada Paragraf [3.9] dalam Putusan Nomor : 122/PUU-XIII/2015, tanggal 31 Mei 2016.

Bahwa dalam penerapan Pasal 107 huruf d Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan tersebut diatas, Kejaksaan Republik Indonesia dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah dan seluruh Kejaksaan Negeri (khususnya Kejaksaan Negeri Sampit), melalui Jaksa Peneliti Perkara harus memperhatikan secara cermat dalam proses penyelidikan/penyidikan telah dicari dan diperoleh informasi yang akurat : apakah dalam perkara yang ditangani tersebut terdapat anasir perdata (akar masalah berupa sengketa lahan/ tanah atau tidak), dan apakah pelaku merupakan Anggota Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dayak Kalimantan Tengah yang memang sudah turun-temurun hidup di wilayah tersebut atau tidak, serta apakah buah kelapa sawit tersebut dipanen untuk kepentingan komersial atau hanya untuk sekadar bertahan hidup selama menduduki lahan sengketa.

Kedua, Kejaksaan Republik Indonesia dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah dan Kejaksaan Negeri (khususnya Kejaksaan Negeri Sampit) diharapkan agar konsisten menjalankan Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor : B-230/E/Ejp/01/2013, tanggal 22 Januari 2013, yang ditujukan kepada Kajati seluruh Indonesia, dengan Perihal : Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum Yang Objeknya Berupa Tanah, yang mengungkapkan hal-hal penting terkait indikasi dimana kasus-kasus tanah yang sejatinya perdata dipaksakan dan direkayasa menjadi perkara pidana dengan menggunakan pasal-pasal 170, 263, 266, 378, 385, 406 KUHP, bebernya.

Sehubungan dengan dua poin permohonan diatas, kami juga telah menyerahkan permohonan agar Kajati Kalteng memberikan atensi khusus kepada beberapa perkara konkrit yang proses hukumnya telah atau sedang berlangsung saat ini yang melibatkan anggota KMHA Dayak Kalteng berkaitan dengan akar masalah sengketa lahan/ tanah Adat antara kelompok KMHA Dayak Kalteng melawan Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit.

Termasuk untuk beberapa perkara perdata yang saat ini proses hukumnya masih berlangsung di Peradilan Umum yang berpotensi akan di kriminalisasi oleh oknum-oknum Polri, dalam perkara perdata tersebut Masyarakat Adat Dayak ada yang menjadi pihak penggugat dan ada juga yang menjadi Tergugat melawan perusahaan perkebunan kelapa sawit, khususnya di wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur, kata Pengacara muda ini.

Kami memiliki banyak bukti bahwa anggota KMHA Dayak Kalteng yang sedang bersengketa lahan dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit akhirnya ditangkap dan ditahan oleh oknum-oknum Penyidik karena mereka sengaja menerapkan juga ketentuan umum tentang pencurian dalam Pasal 362, 363 KUHP yang ancaman hukumannya 5 tahun atau lebih sehingga terhadap pelaku pemanenan buah kelapa sawit diatas tanah sengketa dapat langsung ditangkap dan ditahan, namun dalam fakta persidangan JPU selalu menuntut dengan aturan khusus yang diatur dalam Pasal 107 huruf d UU Perkebunan dan hal tersebut dibenarkan oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tersebut.

Artinya jika sejak awal tidak terjadi pembiaran pelanggaran asas hukum maka tidak ada Warga yang ditangkap dan ditahan sebab ancaman dalam UU Perkebunan dimaksud maksimal 4 tahun.

Kami minta agar Kejaksaan RI terutama Kejati Kalteng dan jajarannya menjaga kemandiriannya sebagai penegak hukum yang memiliki integritas dan profesional dan tidak lagi membiarkan hukum diperkosa, tutup Sapriyadi, S.H.

patrolisergapnews.id
Iwansyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *